Sabtu, 13 April 2013

Nyanyian Safari


Degup jantung Safari adalah getar dawai gitar bersama nyanyian-nya yang kian getir.
Nyanyian safari adalah bentuk lain dari ketakberdayaan. Suara paraunya luruh di antara rumah-rumah loteng, beton mall dan asap kendaraan. Namun safari harus terus bernyanyi, walau kemudian untuk dilupakan; setelah itu, semuanya kembali sibuk: mall-mall kembali ramai, walikota sibuk rapat, wakil rakyat sibuk nge-lobi, LSM sibuk membuat proposal. Lantas, Safari menghilang, ia lenyap bersama keriuhan dan mimpi-mimpinya yang kian subtil.

Warga Cirebon tak banyak mengenalnya. Mungkin karena pengamen 11 tahun itu bukanlah walikota atau wakil rakyat yang potret lugunya bisa kita temui di setiap per-empatan jalan. Namun, ia yang harus membetot senar nasibnya hingga larut, barangkali adalah potret kegagalan dari kinerja pemerintah kita.

Cirebon dengan kemegahan dan keriuhannya nampak mengilaukan kita. Hingga nasib safari dan keluarganya tak lebih dari noda kecil di sela kemilau etalase yang berjejer di sepanjang jalanan Cirebon. Atau mungkin safari tak lagi dipandang sebagai sebuah masalah. Ia memang harus ada. Karena kota yang besar dan sukses, barangkali, selain diramaikan oleh mall dan reklame, juga oleh pengamen.

Penghasilan ayahnya yang tak tentu sebagai tukang becak membuat ia terpaksa harus menunda tidur. Di jalan lemahwungkuk, di tempat ketika sekumpulan orang mengantri untuk makan, senar gitar dan lututnya bergetar. Letih. Mengharap ada sesuatu yang bisa dibawa pulang. Bisa dimakan.
Ia lahir di tanah Cirebon dan tinggal bersama keluarga di rumah 7 x 7 meter persegi berdinding gedeg. Namun nasibnya tidak ditentukan di sana, melainkan di kejauhan: oleh pasar dunia yang bergejolak, oleh persaingan para pemodal, oleh kontrak-kontrak politik birokrat, oleh proyek busuk wakil rakyat, dan mungkin, oleh mall-mall yang berdiri dengan congkak.

Apa daya Safari di sela jaringan raksasa tersebut?

Seperti saya, dia tak mengerti itu semua. Safari hanya hafal satu lagu dengan kunci gitar yang tak lengkap.
Ketika rasa lapar menggelepar, namun meja makan hanya menyisakan bau semut dan kecoa. Tak ada lain, safari mesti bernyanyi. Menerobos malam. Mengais derma yang mungkin tersisa untuknya; untuk adik-adiknya yang tengah perih menanti bapak pulang. Dan untuk ibunya yang tertidur resah di meja makan.

Safari adalah bopeng di balik kinclong-nya Cirebon: kerlip lampu, kemilau etalase, kilatan body kendaraan, dan warna-warni reklame adalah bedak yang terus menambal kecacatan wajah Cirebon.
Barangkali, Safari tak sekedar indikator dari keteledoran pemeritah, namun lebih dari itu, ia adalah pembuluh halus yang menantang kepekaan saraf kepedulian kita.

Setelah kemarin kepingan receh kita beri, Safari tidak selamanya lenyap. Ketika malam mulai larut__di saat wali kota, bupati, wakil rakyat, dan kita semua sudah terlelap tidur__safari mulai bernyanyi, tentang kelam dan perih. Semestinya, safari dan nyanyian hidupnya, adalah sesuatu yang lebih buruk dari segala mimpi buruk kita. Membuat kita mesti terjaga. Resah. Namun tidak, malam tadi dan malam-malam kemarin, kita semua terlelap tidur. Kita semua selalu nyenyak didendang suara parau dan denting gitar safari yang kian sumbang. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar