Sabtu, 13 April 2013

Tuhan, Pluralitas dan Humor

Jika keragaman dan kompleksitas hidup ini terlampau serius dan tak menarik untuk ke-imanan yang tak memadai, maka percayalah, sesungguhnya Tuhan memiliki selera humor yang tinggi.

Saya tak pernah ingat kapan tepatnya ide tentang Tuhan muncul. Sejak kecil, beberapa sumber secara ‘gagap’ berusaha menjelaskan-Nya kepadaku; katanya Ia Maha Pengasih, Penyayang, Pemberi Rizki, atau lainnya__yang kemudian direduksi oleh Feurbeuch sebagai manifestasi dari berbagai cita-cita tertinggi manusia yang akhirnya kita sembah. Tidak mengherankan jika kemudian ide tentang Tuhan nampak tidak begitu menarik buat saya. Pembicaraan tentangnya adalah omong kosong yang selalu menuntut untuk disakralkan. Ia seolah hadir begitu saja untuk kemudian harus diyakini. Beberapa orang menyebutnya ‘iman’, tapi saya menyebutnya ‘keputusasaan’. Namun bagaimanapun, meng-imani Tuhan sama sulitnya dengan tidak meng-imani-Nya. Dan saya optimis tentang hal tersebut.

Kompleksitas hidup dengan berbagai permaslahannya, sedikit menambah keimanan saya tentang eksistensi Tuhan. Setidaknya harus ada yang bertanggung jawab dengan terselanggaranya kehidupan ini (dengan berbagai kerumitan serta penderitaan di dalamnya), dan karenanya, Tuhan harus ada. Namun Tuhan tetap menjadi sesuatu yang absurd. Walaupun tidak sempat membuat saya agnostis.

Saya ingat ketika kecil sering mendengar tentang cerita api neraka dari seorang penceramah. Kenyataannya, neraka adalah realitas yang lebih menakutkan daripada Tuhan: karena secara imajinatif bisa secara gampang saya pahami. Sehingga, Tuhan selalu menjadi sebuah terminologi kosong yang tersisih di pojok abtraksi nalarku. Namun kemudian, ketika beranjak dewasa, Tuhan menjadi sosok yang menyeramkan melebihi konsep neraka manapun yang pernah saya dengar. Ia muncul dengan berbagai larangan, perintah dan kredo-kredo yang tak terbantah. Agama melegalisirnya sebagai sebuah hukum dengan stempel dosa bagi para pelanggarnya. Tanpa menimbulkan kegaduhan, Tuhan lantas menjadi makhluk dengan PENUH KUASA, PENUH ATURAN, PEMARAH, PENGHUKUM, yang tanpa sedikit kesulitan apapun, mampu menyiksa siapa saja yang ingkar pada-Nya. Namun di bagian lain, Tuhan ingin kita anggap sabagai Maha Penyayang, Pengasih, serta Pengampun, dan dalam hal ini, agama juga menjadi sales utama yang memasarkan pemahaman tersebut. Saya pikir, hadirnya ide Tuhan dengan segala keragaman ciptaannya adalah juga kehadiran paradoks yang menggelikan. Dan ketidakpastian dalam hidup ini, termasuk Tuhan itu sendiri, menurutku, adalah bagian dari humornya yang terkadang jayus.

Pada tahap ini, saya sedikit mengerti keinginan Tuhan. Dari awal Ia Nampak tidak berniat secara utuh memperkenalkan diri kepada makhluknya. Dan mungkin hidup ini sengaja Ia persulit agar lebih menarik. Beragam kontradiksi dan paradoks yang Ia ciptakan tentang dirinya, ataupun hidup ini, adalah bentuk hiburan untuk kita. Bukankah menurut seorang penulis jenaka, Nicholas Fearn, bahwa parodi yang cerdas adalah hasil sebuah paradoks dan kontradiksi realitas yang mendahului pikiran kita. Dan nampaknya Tuhan memahami hal tersebut. Maka, segala kompleksitas yang Ia ciptakan adalah ruang di mana segala perhatian kita mesti tercurah: Serupa panggung komedi, dan saya bayangkan Tuhan sedang berdiri, kemudian Ia mengeluarkan joke-joke-Nya ala Radithia Dika misalnya, atau Panji, atau siapapun, Sehingga sebenarnya Ia berniat mengajak kita untuk menertawakan dengan cerdas segala kompleksitas kehidupan ini. Walau terkadang, akibat selera humor Tuhan yang terlalu tinggi, hingga membuat-Nya selalu gagal melucu di depan kita.

Barangkali, jika Umberto Eco pernah bertanya dalam salah satu novelnya: pernahkah Tuhan tertawa? Maka akan saya jawab, Ia tidak hanya tertawa, tetapi setiap saat, tiap bulir takdir yang Ia ciptakan untuk makhluknya, adalah bentuk parodi yang bahkan mengundang kita untuk tertawa. Dan mungkin benar, bahwa di setiap humor sebenarnya selalu menyimpan segudang hikmah yang di rangkai dengan keseriusan yang sempurna, dan mungkin juga dengan kesolehan yang kafah. Jika saya boleh mengutip perkataannya Milan Kundera: Mari berfikirlah, agar Tuhan bisa tertawa! Maka tertawalah untuk hidup, dan jangan takut, karena Tuhan sebenarnya Maha Humoris. Tabik! []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar